Plus Minus Fasilitas Autogate Imigrasi di Bandara

Kemarin, untuk kedua kalinya saya menggunakan autogate imigrasi bandara Soekarno Hatta Jakarta. Dari dua kali percobaan keberangkatan dan satu kali kepulangan, ada beberapa hal yang bisa saya simpulkan.


Pertama kali saya menggunakan fasilitas autogate imigrasi ini saat saya mau terbang ke Bangkok, Thailand sekitar hampir 2 bulan lalu. Saat itu saya diperkenalkan dengan autogate ini oleh Valen (pihak Tourism Authority of Thailand Jakarta) yang mengundang saya untuk liputan ke Bangkok. 

"Tapi sebelumnya paspornya harus didaftarin dulu," ucap Valen. Saya dan beberapa wartawan yang juga belum pernah menggunakan fasilitas autogate ini pun mengikuti petunjuk Valen untuk mendaftarkan paspor kami. Meja pendaftarannya ada di dekat autogate. Di sana petugas men-scan paspor saya, dua jari telunjuk saya, dan setelahnya mengecap paspor saya dengan stempel bertuliskan autogate di halaman belakang (yang ada data alamat saya).

Sejujurnya saya tidak ngeh bahwa bandara Soetta sudah memiliki fasilitas autogate ini. Saya pikir ini pasti fasilitas baru. "Nggak baru-baru amat, sih. Sekitar dua tahunanlah," kata Valen yang karena pekerjaannya sering bolak-balik Thailand dan pastinya sering melewati autogate ini. Saya langsung merasa malu dengan pengetahuan saya yang kurang. Beberapa bulan sebelumnya saya terkagum-kagum dengan fasilitas autogate di bandara Melbourne Australia, ternyata Indonesia sudah punya lama fasilitas ini. Setelah saya browsing, ternyata autogate ini sudah ada sejak awal tahun 2013. 

Lalu apa plus yang saya rasakan dari fasilitas ini? Yang paling utama adalah bebas antrian. Ketika saya pulang dari Bangkok, antrian imigrasi kedatangan mengular. Saking panjangnya, antrian tersebut sampai berkelok. Saya dan beberapa orang dalam rombongan yang sudah memiliki fasilitas autogate langsung berbelok menuju autogate yang bebas antrian. Mungkin karena memang belum banyak yang tahu, jadi autogate ini sepi. Paling hanya ada beberapa orang saja. 

Selain itu, yang saya suka dari fasilitas ini adalah tidak perlu menghadapi petugas imigrasi. Don't get me wrong. Saya selalu merasa terintimidasi dengan para petugas imigrasi. Baik yang di Indonesia maupun luar Indonesia. Satu-satunya petugas imigrasi yang keramahannya membekas di ingatan saya adalah petugas imigrasi kedatangan di bandara Dublin, Irlandia. Selebihnya semuanya bertampang tidak ramah dan terkesan dingin. Nah, dengan fasilitas autogate, saya tidak perlu mengalami kedinginan mereka. Atau deg-degan karena takut mendapat pertanyaan yang ajaib.

Lalu apa minusnya? Autogate ini memiliki tiga tahap, yaitu scan paspor, sidik jari, dan foto wajah. Nah yang jadi masalah adalah bila salah satu dari tahapan tersebut mengalami kendala maka akan repot, deh. Contohnya, salah satu rombongan wartawan yang ke Bangkok sempat berkali-kali harus men-scan paspornya sebelum akhirnya terbaca. 

Lalu kemarin, saya yang mengalami kendala. Saya harus menunggu beberapa menit karena karena posisi berdiri saya kurang tepat sehingga wajah saya sulit terfoto. Padahal saya sudah berdiri di tempat yang diharuskan. Saya sampai pindah posisi beberapa kali dan ada tulisan di layar untuk mundur, baru akhirnya wajah saya terfoto dan saya bisa keluar dari mesin autogate. 

Nah, hal seperti ini bikin saya grogi. Apalagi saat itu tidak ada petugas yang berjaga. Untung saja saat itu tidak ada antrian di belakang saya. Kebayang kan, bila ada yang antri, saya bisa makin grogi, tuh.

Meskipun begitu bila saya harus memilih saya akan memilih fasilitas autogate ini daripada jalur imigrasi yang biasa. Lebih praktis!

Find me at:
LINE: @psl7703h
Instagram: yanilauwoie
Twitter: yanilauwoie
YouTube: yanilauwoie

Blog Sebelumnya:


Share:

2 komentar

  1. Hallo ka.. kaka aku mau minta izin untuk masukin pengalaman kakak pakai autogate imigrasi di tulisan blog aku... Terimakasih http://maryamfauziyah.blogspot.co.id/2018/04/autogate-imigrasi-bandara-soekarno.html

    ReplyDelete